Konseling
adalah bagian yang integral dalam program pemulihan bagi klien ketergantungan
narkoba. Konseling di rehabilitasi mempunyai tujuan membantu klien untuk
belajar hidup tanpa drugs. Dalam proses
rehabilitasi kebanyakan klien pecandu tidak bisa diharapkan untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri dan mereka tidak mengetahui kelemahan dan kekuatan /
kelebihan mereka sendiri. Sehingga diperlukanlah suatu bantuan guna membantu
klien dalam proses pemulihannya, yaitu salah satunya dengan konseling.
Secara etimologis, istilah konseling
berasal dari bahasa latin, yaitu “consilium” yag berarti “dengan” atau
”bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam
bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari bahasa “sellan” yang berarti
“menyerahkan” atau “menyampaikan”.
Menurut
Heru
Mugiarso (2006) konseling adalah suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (yang disebut konselor) kepada
individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) kepada individu
yang sedang mengalami suatu masalah yang dihadapi oleh klien.
Menurut
Prayitno (2006, 105) konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konsling oleh seorang ahli (disebut) konselor kepada individu
yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa konseling merupakan bantuan non material yang dilakukan
oleh dua pihak yaitu konselor dan klien, yang bersifat normative dan bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan klien secara optimal.
Tujuan dari konseling itu sendiri adalah terjadinya
perubahan pada tingkah laku klien. Konselor memusatkan perhatiannya kepada
klien dengan mencurahkan segala daya dan upayanya demi perubahan pada diri
klien, yaitu perubahan kearah yang lebih baik, teratasinya masalah yang
dihadapi klien. Disini konseling digunakan sebagai sarana untuk membantu klien
yang ketergantungan terhadap narkoba supaya bisa pulih kembali dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
Setiap individu mempunyai masalah yang berbeda. Masalah individu yang
dibahas disini adalah ketergantungan individu terhadap narkoba. Masalah itu
sendiri merupakan kesenjangan antara kondisi sekarang individu dengan apa yang
diharapkan individu atau lingkungannya dan didalamnya terdapat hambatan untuk
mencapai tujuan (Mappiare, 2006: 252) (dalam DYP Sugiharto dan Mulawarman).
Masalah muncul sebgai perilaku yang tidak dikehendaki oleh individu itu sendiri
maupun oleh lingkungannya.
Setiap
orang yang menyalahgunakan narkoba pasti mereka memiliki alasan masing-masing sehingga mereka
dapat terjebak masuk ke dalam perangkap narkoba. Beberapa faktor penyebab orang memakai narkoba adalah karena ketidak
tahuan akan bahaya tersebut,
dasar agama yang tidak kuat, komunikasi
dua arah antara orang tua dan anak sangat jarang, pengaruh di lingkungan sekolah/kampus, karena modal gaul supaya kelihatannya percaya
diri (pede) tidak mau kalah dengan orang lain dan pengaruh lingkungan, budaya global yang
masuk via eletronik, media cetak.
Tapi narkoba bisa diatasi bila orang yang menggunakan
narkoba tersebut sadar dan ingin kembali ke kehidupan normal dan tidak
ketergantungan terhadap narkoba lagi. Salah satu caranya adalah dengan
menggunakan konseling. Konseling disini akan membantu klien dengan memberi
kepercayaan kepada konseli untuk bertnggung jawab dan menyelesaikan segala
masalah yang diatasi.
Pemulihan
pecandu narkoba dapat ditangani dengan konseling terpadu yang terdiri dari
konseling individual, konseling agama, konseling keluarga, konseling kelompok,
pendidikan dan pelatihan, kunjungan, dan partisipasi sosial. Semua itu
bertujuan agar klien terbebas dari dorongan kecanduan akibat mengkonsumsi
narkoba.
Pemulihan
pecandu narkoba dengan menggunakan konseling
terpadu itu memungkinkan
hasil-hasil sebagai berikut. Tumbuh pada diri klien perasaan percaya diri,
tidak menyalahkan pihak luar, mengambil tanggung jawab atas perbuatan sendiri
dengan sadar atas resikonya, mendapat penghargaan dari lingkungan sehingga
tumbuh motivasi untuk hidup baik, merasa sebagai anggota masyarakat yang
beragama, dan akhirnya tumbuh sifat kepemimpinan terhadap diri, keluarga, dan
masyarakat dengan moral-religius yang baik.
Hal tersulit
yang sering dihadapi oleh konselor saat konseling adalah sulitnya merubah
perilaku pecandu yang berorientasi pada perilaku mencari narkoba. Sering kali
mantan pecandu mengalami kekambuhan di tengah proses pemulihan. Faktor pencetus
kekambuhan yang utama adalah rendahnya komitmen untuk pulih, yang tergantung
pada kondisi psikologis dan kepribadian pecandu.
Dalam upaya
optimalisasi potensi pecandu untuk pulih, peran konselor menjadi lebih luas.
Selain sebagai terapis, seorang konselor dapat berperan sebagai psikolog;
fasilitator; motivator; peneliti; penggagas dan bahkan evaluator program
(penyembuhan, sosialisasi bahaya penggunaan narkoba, dan sebagainya). Dengan demikian, ruang lingkup pekerjaan konselor
dalam penanggulangan penyalahgunaan narkoba menjadi sangat luas dan beragam.
Dimulai dari tahapan penanggulangan (preventif), penanganan (treatment),
rehabilitasi hingga pascaperawatan (after care).
Maka, sudah
menjadi kebutuhan yang mendesak sekali jika para konselor di Indonesia dapat
membuat suatu panduan untuk menangani permasalahan narkoba khususnya dalam
setting pelayanan sosial yang terlembaga namun tetap berbasis komunitas. Selain
itu, dipandang perlu suatu sistem yang mengatur tata kerja dan tata laksana
pelayanan psikologi dan konseling di tempat terapi narkoba.
DAFTAR PUSTAKA
Mugiarso,
Heru. 2006.
Bimbingan dan Konseling. Semarang :
UNNES Press.
Prayitno & Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta : PT. Rineka Cipta
Sugiharto dan Mulawarman. 2007. Buku Ajar Psikologi Konseling. Semarang
: UNNES Press
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25/konseling-pencandu-narkoba/ (Diunduh pada tanggal
16 Desember jam 12.00 WIB)
(Diunduh
pada tanggal 16
Desember jam 12.00 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar